Madrasah Ramah Anak, Sudah Optimalkah Tugas Guru Sebagai Pendidik?

Santri Nurul Islam memperingati HUT RI ke 74
Refleksi

Konon katanya ada tiga kebahagiaan yang teramat sangat bagi anak-anak sekolahan ketika berada di sekolah atau madrasah, yaitu: Pertama ketika mereka mendengar bel istirahat, kedua ketika mendengar bel pulang dan ke tiga ketika mereka mendengar pengumuman libur sekolah. Di saat itulah sinar kebahagaiaan terpancar di wajah mereka.

Berbeda ketika pembelajaran akan segera dimulai, sebagian besar dari mereka rata-rata belum siap untuk memulainya. Alih-alih mepersiapkan segala sesuatunya, tapi malah sebaliknya. Ada yang asyik dengan mainan yang dibawanya, ada yang sibuk ngobrol dengan temannya, bahkan ada yang ngantuk menguap tidak ada habis-habisnya.

Jadi, sepertinya kebahagian mereka hanya ada di jalanan antara sekolah dan rumah mereka. Dari rumah, mereka ingin segera pergi ke sekolah karena jenuh dengan berbagai omelan dan titah orang tua, sementara dari sekolah mereka ingin cepat-cepat pulang, karena jenuh dengan setumpuk tugas dan pelajaran yang diberikan guru yang dianggap membebani diri mereka.

Selain itu, bukan hanya otak mereka yang berat dengan beban pelajaran, tapi tubuh mereka pun merasa berat dengan beban buku yang mereka gendong setiap hari ke sekolah, karena saking banyaknya buku yang mereka bawa setiap harinya ke sekolah.

Dengan melihat fenomena di atas, lantas sudah optimalkah tugas seorang guru sebagai pendidik?. Ya, tentu masih jauh dari kata optimal, karena kalau kita perhatikan definisi pendidikan sesuai UU No. 20 Tahun 2003, bahwa pendidikan adalah: " Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".

Dari definisi di atas, yang harus digaris bawahi bahwa tugas pendidik yang utama adalah " Membuat suasana belajar dan proses pembelajaran" . Suasana belajar dimaksud adalah bukan hanya suasana fisik saja, tetapi suasana kejiwaan anak-anak yang aman, nyaman, dan menyenangkan. 

Dengan kata lain, selain sarana prasarana pendidikannya yang lengkap, juga pendidik dan tenaga kependidikannya yang mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, menyenangkan, dan mampu mengelola pembelajaran sesuai karakteristik peserta didik.

Penyelenggaraan pendidikan yang seperti itu erat kaitannya dengan sekolah/madrasah Ramah Anak atau Pendidikan Ramah Anak.

Definisi

Pendidikan ramah anak dapat dimaknai sebagai suatu satuan lembaga pendidikan yang dapat memfasilitasi dan memberdayakan potensi anak. Untuk itu lembaga pendidikan dimaksud harus memprogramkan segala sesuatunya agar potensi anak dapat tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, dan terlindungi dari tindak kekerasan dan diskriminasi.

Lembaga pendidikan dimaksud khususnya tertuju pada sekolah dan madrasah. Sekolah di bawah kementerian pendidikan dasar dan menengah, sedangkan Madrasah  berada di bawah naungan Kementerian Agama mulai dari RA, MI, MTs, samapi Madrasah Aliyah merupakan tempat anak-anak belajar setiap hari, dari mulai belajar pendidikan keagamaan sampai dengan ilmu pengetahuan, sains, teknologi, dan seni.

Pendidikan ramah anak tujuannya tiada lain yaitu untuk mewujudkan satuan lembaga pendidikan yang dapat menjamin dan memenuhi hak-hak dan perlindungan anak. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan prinsip-prinsip perlindungan anak.

Di dalam undang-undang tentang perlindungan anak nomor 23 Tahun 2002 setidaknya ada 31  hak anak yang harus dilindungi oleh lembaga terkait dengan kepentingan anak. Diantaranya hak untuk:  bermain, berkreasi, berpartisipasi, berhubungan dengan orang tua bila terpisahkan, melakukan kegiatan agamanya, berkumpul, berserikat, hidup dengan orang tua, kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang; Hak untuk mendapatkan: nama, ajaran agama, kewarganegaraan, pendidikan, dan sebaginya.

Adapun perlindungan anak yang diharapkan adalah mengacu pada prinsip-prinsip perlindungan anak itu sendiri, yaitu sebagai berikut: Tanpa kekerasan, tanpa diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, hak tumbuh dan berkembang, serta penghargaan terhadap pendapat anak.

Inspirasi

Terinspirasi dari salah satu hadis Nabi Muhammad Saw. Yang berbunyi " Khatibunnasa 'ala qadri 'ukulihim", kata Nabi Muhammad Saw: "Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kemampuan akal mereka". Ini adalah sebuah pesan yang maknanya sangat dalam yang harus dijawantahkan dalam bentuk program sesuai dengan kebutuhan.

Kaitannya dengan dunia pendidikan, baik sekolah atau madrasah, bukankah diktum nabi itu justru mengharuskan para penidik atau guru agar lebih menelaah tentang siapa yang menjadi peserta didik kita. Anak-anak usia dinikah? Anak-anak usia sekolah dasarkah? Anak-anak siswa sekolah menengah ataskah atau bahkan mahasiswa diperguruan tinggi?.

Dalam psikolgi pendidikan, Pada jenjang pendidikan usia dini dan pendidikan dasar, di mana usia mereka anatara 5-12 tahun adalah berada pada jenjang praoperasional dan operasional konkret di mana metode pendidikan yang digunakan pada mereka adalah bermain sambil belajar dan belajar dengan pola permainan. Dengan demikian pendidikan yang disampaikan akan terasa lebih ringan, menyenangkan, dan masuk ke dalam dunia mereka.

Pola pendidikan semacam itu ternyata bukan hanya sekarang, tapi sudah berlangsung sejak zaman dulu. Kalau kita refleksi pada metode pendidikan yang pernah diterapkan oleh para ulama terdahulu dalam mengajarkan pendidikan agama kepada para muridnya kerap kali dengan menggunakan metode yang sangat menarik dan menyenangkan. Metode yang paling banyak digunakan oleh para ulama terdahulu adalah dengan metode  Syi'iran, Nadhom atau lagu.

Nadom atau lagu yang biasa digunakan dalam mengajarkan kitab-kitab ilmu Nahwu, ilmu Shorof, ilmu balagah, bahkan ilmu Aqa'id pun menggunakan metode Syi'iran melalui bahar thawil, bahar madid, bahar wafir, bahar basith, bahar kamil dan sebaginya.

Memang sejauh yang pernah penulis alami, dengan menggunakan metode lagu tersebut lebih efektif dan memudahkan dalam hafalan. Seperti kitab Alfiyah, yaqulu, Imriti, atau kitab jubad akan lebih mudah dihapal dengan menggunakan nadhom atau lagu ketimbang di baca biasa.

Nah, sebenarnya berbagai metode pembelajaran yang sudah dilakukan oleh para ulama dalam mendidik murid-muridnya itu merupakan embrio dalam pembelajaran PAKEM yang dikembangkan guru-guru saat ini pada jenjang pendidikan usia dini dan pendidikan dasar.

Dimana melalui kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan ( PAKEM ) diharapkan dapat membantu para guru dalam menciptakan suasana belajar di kelas dan di luar kelas yang menarik bagi peserta didik dalam mewujudkan cita-cita pendidikan nasiolan yang ramah anak.

Clossing

Madrasah Ramah Anak Merupakan Rumah Ternyaman Bagi Anak. Di lingkungan madrasah, berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan pendidikan ramah anak, dari mulai budaya, regulasi, sampai metode pembelajaran yang menarik dan menyenagkan telah dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.

Mendidik memang tidak bisa mendadak, tapi butuh proses sampai dengan sukses, perlu modal dari ayah dan ibunya dan perlu model berupa suri teladan dari gurunya.

Semuanya harus terus dilakukan tanpa henti melalui berbagai inovasi dan seni, dengan harapan ke depan madrasah akan mampu menjadi pioner penyelenggra pendidikan yang amanah dan ramah anak.

sumber : https://jabar.kemenag.go.id/
Nurul Islam

Lebih baru Lebih lama