Santri TKA Nurul Islam sedang bermain |
Faktor penyebab anak menjadi stres adalah perilaku dari orangtuanya sendiri. Beberapa perilaku orangtua yang tidak disadari bisa menimbulkan tekanan pada anak, yang pada akhirnya mengakibatkan stres.
ORANGTUA TIDAK MENYADARI BAHWA KATA-KATA MOTIVASI YANG DIBERIKAN JUSTRU MEMBEBANI ANAK
Orangtua pasti ingin anaknya menjadi anak yang hebat. Namun seringkali orangtua tidak menyadari bahwa kata-kata motivasi yang diberikan justru membebani anak, dan mungkin saja membuat mereka menjadi stres.
Pola pikir anak-anak dan dewasa berbeda. Anak, terutama pada balita, hanya akan menyerap kata-kata yang terdengar, dan belum bisa memprosesnya dengan sempurna seperti yang dilakukan orang dewasa.
MELARANG ANAK MENANGIS YANG MEMBUAT MEMBUAT ANAK SELALU MENAHAN TANGISNYA, DAN MEMENDAM PERASAAN SEDIHNYA
Misalnya, ketika anak terjatuh dari sepeda dan kemudian menangis. Jika yang mengalaminya adalah anak laki-laki, orangtua pasti akan melarangnya menangis diiringi pesan, “Kamu kan laki-laki, tidak boleh cengeng”, atau “Kamu kan anak laki-laki yang kuat, luka ini tidak ada apa-apanya.”
Sekilas, tak ada yang salah dengan kalimat tersebut, karena tujuannya agar anak untuk tidak cengeng. Namun, ketika diserap oleh otak anak, kalimat ini akan memiliki arti yang berbeda. Kalimat tersebut akan diterima sebagai sebuah perintah, yang akan selalu ada di otak mereka sampai dewasa.
Masuknya perkataan ini ke otak anak akan membuat anak selalu menahan tangisnya, dan memendam perasaan sedihnya. Hal inilah yang membuat anak menjadi stres.
ORANGTUA YANG PLIN-PLAN AKAN MEMBUAT ANAK KEBINGUNGAN, DAN AKHIRNYA STRES KARENA ORANGTUANYA TIDAK KONSISTEN
Seharusnya orangtua bersikap tegas dalam mendidik anak, dan antara suami dan istri bekerjasama agar tercapai kata sepakat. Misalnya, anak dihukum ketika melakukan sebuah kesalahan. Namun ketika ia mengulangi kesalahannya, orangtua tidak menghukumnya. Bahasa tubuh orangtua yang tidak konsisten ketika menghadapi masalah yang sama, seperti kadang bersikap galak dan kadang baik, akan membuat anak tertekan.
HATI-HATI, BANYAK ORANGTUA YANG SECARA TAK SADAR MEMBEDA-BEDAKAN ANAKNYA
Meski dalam perbuatan tidak terlalu terlihat, namun intonasi suara yang turun naik ketika menghadapi kakak dan adik akan membuat anak merasakan adanya pembedaan sikap orangtua. Intonasi suara yang berbeda ketika menghadapi kakak dengan nada yang keras, dan adik dengan nada yang lembut, akan membuat si kakak merasa si adik lebih disayang dan ia pun menjadi tertekan.
HATI-HATI JUGA DENGAN LABELING PADA ANAK, ITU MEMBUAT TERTEKAN DAN TERLUKA SECARA BATIN
Salah satu yang paling berbahaya yang dilakukan orangtua kepada anak adalah memberi label atau cap kepada anak. Hati-hati, labeling, apalagi yang diiringi dengan tindakan membanding-bandingkan anak, tak hanya membuat anak merasa tertekan, tetapi juga mengalami luka batin yang akan terbawa hingga ia dewasa.
TERLALU SERING MELARANG KARENA MEMBUAT ANAK MENJADI STRES KARENA MEREKA TIDAK BEBAS UNTUK MELAKUKAN APAPUN
Ketika anak berusia 4-6 tahun, anak sedang berada dalam zona kreatif dengan peningkatan rasa ingin tahu dan ingin belajar yang sangat tinggi. Namun, sikap kreatif anak dan daya ekplorasinya dianggap sebagai kenakalan orangtua, lalu berusaha membatasi gerak mereka. Meski memiliki tujuan yang baik agar si anak tidak terluka, namun kata-kata “jangan” dan “tidak” ternyata bisa membuat anak menjadi stres karena mereka tidak bebas untuk melakukan apapun.
TERKADANG ORANGTUA MENERAPKAN PERATURAN KAKU TANPA MEMBERIKAN PENJELASAN KEPADA ANAK
Mungkin orangtua bermaksud agar anak dapat belajar menjadi disiplin. Kenyataannya, anak akan merasa sangat diatur dan tidak bisa mengembangkan diri. Sebaiknya buat aturan dan berikan penjelasan, bila perlu orangtua segera mendiskusikan berbagai aturan bersama-sama.
HATI HATI, JANGAN MENUNTUT KESEMPURNAAN DILUAR BATAS KEMAMPUAN ANAK
Memiliki ambisi pada sebuah tujuan memang hal yang baik, namun jika proses pencapaian itu sendiri tak pernah dihargai dan anak hanya mengedepankan kuantitas. Hal ini tidaklah baik untuk psikologisnya, bukan tidak mungkin saat anak beranjak dewasa ia akan melakukan apa saja asalkan apa yang telah menjadi targetannya bisa ia raih.
Menuntut anak dengan ‘keras’ hanya akan membuatnya stress dan trauma. Untuk itu, berikan kesempatan pada anak untuk mencoba-coba terlebih dahulu apa yang menjadi hobinya, dengan begitu seiring berjalannya waktu, ia akan mulai memaknai bahwa prestasi juga perlu diperhitungkan.
source : sayangianak.com